Rabu, 09 Januari 2013

Fagogoru




“ FAGOGORU
Sebuah Refleksi Untuk Masyarakat Gam Range

Oleh :
Kismanto Koroy
Kamerad Gerakan Mahasiswa Pemerhati Sosial (GAMHAS) Maluku Utara

Jangan pernah lupakan sejarah,
Sebab siapa yang lupakan sejarah,
Maka dia akan digiling, digilas oleh sejarah itu sendiri
“Bung Karno”


Tabea....
Sebelum mengulas lebih jauh tulisan ini, penulis memohon ampun kepada moyang-moyang para pendahulu yang dengan gigih dan berani telah mempertahankan tanah negeri ini sampai kembali pada pangkuannya, bukan menggurui para petuah-petuah yang ada ditanah fagogoru, tapi tulisan ini hanyalah sebuah ekspresi kegelisahan penulis dalam mencermati kondisi sosial masyarakat yang ada di tanah fagogoru.
Sebuah fakta menunjukkan saat ini Indonesia tengah diramaikan pada proses di mana sedang disuguhi cicipan menu yang namanya “demokrasi”. Demokrasi yang sedang dikunyah-kunyah baik ditingkatan pusat, propinsi bahkan kabupaten/kota dengan akan dilaksanakannya pilpres, pilgub dan pilkada di seantero wilayah Nusantara Indonesia. Sebuah upaya yang dilakukan untuk membangun nilai demokrasi politik yang dapat menjawab keinginan masyarakat, tentunya menjadi sebuah tanggung jawab rell bagi pelaku-pelaku politik dalam menjalakan proses demokrasi dengan sebaiknya maka harus tetap menjaga serta menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan yang ada di setiap daerah/wilayah sehingga masyarakatnya tidak lagi dibuat bingung. Memang benar apa yang disampaikan oleh Antoni Nurdin catatan editor (Konsulidasi Demokrasi, Desentralisasi Dan Kearifan Lokal) bahwa akhir-akhir ini elit politik dalam praktek perebutan kekuasaan  cenderung mengabaikan aspek demokratisasi, nilai-nilai kebudayaan, dan tetap membenarkan cara-cara kotor dengan selalu bersandarkan pada slogan demokrasi, itulah  yang sering menjadi suguhan para politisi dalam menggapai keinginan politik mereka. Berbeda dengan (F. Magnis suseno, 1992) menjelaskan dalam kondisi perpolitikan Indonesia saat ini untuk mencari seorang pemimpin yang benar-benar bersih, jujur, bermoral, humanis ibarat mencari perawan di sarang pelacur.
Bukan hal yang tabu lagi bagi masyarakat Maluku Utara memang ranah politik dewasa ini, banyak orang memposisikan dirinya sebagai pelaku-pelaku politik yang tidak terlepas berbicara soal kepentingan rakyat, mengubar janji-janji politik sebagai jualan dalam meraih kekuasaan serta mempertahankan karir dalam posisi-posisi tertentu, sehingga mau tidak mau harus bekerja keras untuk memenangkan kandidatnya, kalaupun tidak maka posisi ini akan tergeser dan akan diduduki oleh kandidat yang menang, sekalipun harus memandang sebelah mata antara anak dengan orang tua, saudara-saudarinya, tetangganya, sahabat serta kerabatnya tidak lagi peduli dengan kondisi sosial seperti ini, persetan dengan mereka semua........ yang jelas kandidatku yang paling kuat dan harus menang. Melihat kondisi politik seperti ini akankah masyarakat gam range masih tetap bertahan dan bercumbu dengan ketidaknyamanan dan hidup di bawah tekanan yang pada akhirnya hanya menguntungkan mereka-mereka yang berkepentingan.
Terlepas dari gambaran di atas, merunut kembali akan sejarah kelam bahwa masyarakat Fagogoru lebih dikenal dengan orang-orangnya yang memiliki sopan santun, ngaku rasai, dan budi bahasan. Adalah mustahil ketika kembali melihat sejarah kelam ini, anak negeri yang hidup dan besar di tanah fagogoru harus memandang sebelah mata saudara-saudaranya (farimon ret faften) karena kepentingan sekelompok elite politik yang ada di tanahmu hanya karena bicara soal kepentingannya tanpa memupuk rasa persatuan dan kesatuan (fai sayang ret falciling) yang telah dirawat dan dipupuk oleh para pendahulu kita.
Manusia secara sadar menentukan kriteria dan indikator tujuan serta strategi dalam mencapai tujuan hidupnya. Penentuan tersebut pada awalnya merupakan peran individu, akan tetapi manusia adalah makhluk sosial (Zoon Polothycon) yang perlu dan harus berinteraksi dengan individu lain yang mau tidak mau harus berada dalam suatu sistem interakasi individu yang lebih kompleks, akan tetapi kondisi ini berbanding terbalik dan jauh dari harapan semua telah berubah tidak seperti yang dahulu lagi, akankah kita telah lupa dengan sejarah..?
Angin reformasi telah kita lalui bersama namun praktek demokrasi masih berjuba kepentingan politik sekelompok elite, masyarakat yang heterogen dan fragmentatif, disimpang jalang oleh ketidakseimbangan mendalam, didesain oleh mereka-mereka yang noda itu sampai harus terjadi perpecahan etnis, kelas, gender, dan wilayah. Isu ini tidaklah benar-benar imoralitas eksklusif sosial, masyarakatnya di lemahkan dengan bunga rampai politik alias janji-janji politik yang selalu abstrak. Memang tak bisa dipungkiri hidup di zaman yang edan ini semua hal harus dirasuki kepentingan politik. Tidakkah saat ini elit-elit politik harus memberikan contoh teladan kepada rakyat dengan rasa kasih sayang (faisayang) serta memberikan cinta kepada sesama, dengan selalu melakukan silaturahmi yang dapat menumbuh kembangkan rasa persaudaraan, membangun komunikasi politik yang santun dengan tidak merusak tali silaturahmi antar sesama masyarakat, bukankah seorang pemimpin harus menjadi panutan dan inspirasi bagi rakyatnya, akankah itu sangat indah....? jangan lagi menambah beban ini kepada rakyat yang hidup dalam kesehariannya dengan ketidaknyamanan, hanya karena kepentingan elit-elit politik yang juga tidak berada pada satu kesamaan kepentingan politiknya.
Fagogoru atau (baku panggil/baku bilang) mungkin hanya sebuah kata yang indah dan enak didengar, ataukah hanya semboyang yang dijadikan simbol..? atau mungkinkah hanya dijadikan topeng dalam berpolitik..? sungguh disayangkan ketika esensi dan makna fagogoru tidak lagi dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Mencermati arti kata fagogoru tidaklah cukup kalau hanya dijadikan semboyang, artinya sudah saatnya masyarakat gam range harus mengembalikan citra dan esensi fagogoru sebagai bentuk perlawanan kepada elit-elit politik yang telah mengahancurkan nilai-nilai kebudayaan yang telah diwariskan oleh moyang-moyang terdahulu. Tidak ada alasan untuk kita masyarakat gam range  untuk memutuskan semua yang sudah menjadi darah daging, tanggalkan semua yang menjadi simbol-simbol penghancuran, kembalikan masa lalu yang indah itu. Ketika masa lalu telah kehilangan cengkramannya, atau menjadi satu diantara sekian ‘alasan’ untuk melakukan sesuatu, maka kebiasaan-kebiasaan yang sudah mapan hanyalah berfungsi sebagai panduan eksen yang bersifat terbatas.
Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan negara “semua buat semua”, “satu buat semua, semua buat satu (Yudi Latif, 2011). Terlepas dari itu cita-cita persaudaraan dalam kesederajatan kewargaan masyarakat gam range memiliki akar yang kuat dalam pergaulan hidup keseharian dengan budaya babari dalam mengerjakan suatu pekerjan secara bersama-sama. Sejatinya cita-cita para pendiri bangsa ini menginginkan rakyat dan anak cucu mereka tidak lagi harus hidup dengan penekanan-penekanan yang justru muncul dikalangan para penguasa negeri ini. Idealnya seorang pemimpin mestinya harus menjadi panutan (modeling) bagi seluruh rakyat dalam mengemban amanah yang telah diberikan. Bagaimana seorang pemimpin harus menjaga tutur kata, sikap, perilaku dan keputusan-keputusan yang diambilnya, sejauh mana dia melakukan apa yang dikatakannya, dengan beberapa pendekatan yang harus di miliki seorang pemimpin adalah sifat-sifat dasar kepemimpinan yang oleh (Waren Bennis) menyebutkan sifat dasar kepemimpinan itu antara lain visioner, berkemampuan kuat, integritas, amanah, rasa ingin tahu dan berani.  
Dalam fase ini masyarakat gam range telah diperhadapkan dengan perhelatan momentum pemilihan kepala daerah (pilkada) dalam hal ini biasa disebut “pesta rakyat” artinya pestanya seluruh rakyat yang ada di kabupaten Halmahera Tengah dalam menentukan seorang pemimpin yang dapat membawa amanah dan tanggung jawab yang telah diberikan dengan harapan bisa berbuat yang terbaik bagi seluruh rakyat. Pada posisi ini penulis lebih memposisikan diri sebagai anak negeri yang gelisah dengan kondisi sosial yang ada di tanah fagogoru. Untuk mengembalikan semangat dan rasa persatuan dan kesatuan serta nilai-nilai fagogoru, dengan menentukan seorang pemimipin kedepan, penulis  masih tetap percaya kepada seluruh masyarakat tentang apa yang telah dipikirkan adalah yang terbaik untuk negeri fagogoru.
Mengakhiri tulisan ini penulis mengajak kembali kepada seluruh masyarakat gam range dengan yel-yel atau biasa disebut kabata Fagogoru, Bati yami jato- Bati yami jato (sudara torang so ada- Sudara torang so ada), fasadia re takalar to (persiapan sudah). Sudah saatnya masyarakat gam range bersatu dalam satu kepentingan dan selalu damai meskipun beda pilihan dengan tetap mempertahankan nilai-nilai kebudayaan fagogoru.

Tidak ada komentar:

SKPT Morotai dan Kebijakan Pengelolaan Perikanan

SKPT Morotai dan Kebijakan Pengelolaan Perikanan (Pernah terbit di REPUBLIKA, edisi 18 Januari 2018   08:10 WIB ) Oleh : Kismanto...