Rabu, 09 Januari 2013

GAMHAS-MU (Gerakan Mahasiswa Pemerhati Sosial)





Salam perjuangan.........!!!!

Semoga sang nabi revolusioner sejati pembawa kitab kebenaran perintis jalan kemerdekaan ummat manusia, selalu menaburkan cahaya pembebasan dalam setiap langkah perjuangan kita. Amin

Sebagai agent of Change and Social, kehadiran Gamhas di bumi Indonesia merupakan harapan bear dalam sejarah pergerakan Mahasiswa paska runtuhnya rezim orde baru di tahun 1998 untuk menapak kembali amanah perjuangan yang di wariskan oleh pelopor-pelopor Revolusioner bangsa sesudah ” Kemerdekaan ” olehnya itu dalam usia pergeseran zaman, solidaritas Gamhas mampu tampil kadi garda depan guna memperjuangkan hak-hak rakyat dari belunggu penindasan.

Menyakini bahwa landasan perjuangan tersebut hanya dapat di capai melalui usaha yang terencana, terpimpin, dan penuh kebijaksanaan, maka atas izin Tuhan Yang Maha Esa, Gamhas mampu menghimpun diri dalam satu organisasi solidaritas Gerakan untuk menggalang kekuatan rakyat menuju perubahan sejati. Adapun motivasi dasar perjuangan Gamhas adalah sebagai berikut :

a). Periode (Masa) Penjajahan

Penjajahan dan penindasan di atas bumi Indonesia harus di hapuskan karena tidak sesuai dengan amanah kemerdekaan sebagai hak hidup setiap anak bangsa, oleh sebab itu timbullah gelombang pergerakan mahasiswa secara Nasional guna menyadarkan Sosialisme dan Demokratisasi yang anti Kapitalisme

b). Periode (Masa) Revolusi
Karena dengan Revolusi, bangsa Indonesia mampu mencapai tujuan kemerdekaan dari belenggu kolonialisme dan Imprialisme dunia serta keluar dari bingakai penindasan menuju kemerdekaan Demokrasi.

c). Periode (Masa) Membangun

Setelah merdeka di tahun 1945, maka Gamhas dengan Idealismenya mampu mengaktualisasi pola pikir dan semangat pencerahan kepada rakyat dengan mencerdaskan kehidupan sosial menuju hari esok yang cemerlang untuk mengisi tujuan akhir pembangunan Nasional yang berkelanjutan dengan tidak mengorbankan hak-hak hidup rakyat Indonesia. Agar perjuangan itu berhasil maka, ada salah satu pedoman dasar perjuangan yang mengikat pada setiap aktivitas organisasi, pedoman tersebut ialah sebagai berikut :
Dalam sejarahnya, kemampuan rakyat Indonesia untuk melawan penghisapan/ penindasan telah terbukti ampuh, namun saat rakyat berkehendak mengambil jalan keluarnya sendiri, elit politiknya selalu menggagalkan dan menyabotnya. Karena itu, cukup sudah, mulai sekarang rakyat harus memiliki kekuatanya sendiri dalam arti system masyarakatnya termasuk ketatanegaraannya yang dapat mengawasi pimpinan-pimpinan yang dipilihnya sendiri.

Mission GAMHAS :
Ø  Membentuk Kaders yang berkualitas,  Progresif, Kritis dan Humanis serta Religius.
Ø  Bertanggung jawab atas segala persoalan social yang terjadi di tengah masyarakat
Ø  Berani dan rela berkorban dalam setiap garis perjuangan rakyat

BILA HATIMU BERGETAR MARAH MELIHAT KETIDAK ADILAN
MAKA KITA ADALAH KAWAN
“SOLIDARITAS DILARANG TAKUT”

Potensi Dan Tanggung Jawab Sektor Perikanan Dan Kelautan


Refleksi : Tanggung Jawab Utopis Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Halmahera Tengah



Oleh : Kismanto Koroy


Tak bisa ditolak, untung tak bisa diraih. Begitulah potret nasib kaum nelayan dari dulu hingga sekarang. Setiap hari mereka mencari dan menangkap ikan -terkadang mempertaruhkan nyawa- di tengah lautan ganas. Kendati begitu, justru kesengsaraan dan kemiskinanlah yang senantiasa menghampiri mereka. Penghasilan minim, ongkos operasional tinggi, harga ikan murah, dan sulitnya modal; itulah kondisi yang terus menghantui para nelayan.
Sebagai Archipelagic state Indonesia pun di tuntut untuk dapat mengakselarasi pembangunan secara sustanible, menilik kondisi geografis dan geostrategis sumberdaya alam yang dimiliki oleh perairan Indonesia ternyata memiliki daya dukung lingkungan (carryng capacity) serta jasa-jasa lingkungan yang belum di eksplorasi secara masiv.
Kebijakan pembangunan disektor kelautan dan perikanan belum berhasil menyelesaikan permasalahan kemiskinan nelayan secara mendasar. Bagi Pemerintah, ikan merupakan sumber daya potensial untuk pembiayaan pembangunan. Pemerintah lokal bisa memperolehnya melalui pungutan pajak/ retribusi atas transaksi perdagangan ikan di TPI ( Tempat Pelelangan Ikan ). Sebagai bangsa yang memiliki jiwa kebaharian, maka kita harus menamakan kecintaan akan laut dan harus dapat dimanfaatkan, melestarikan dan mengamankan kawasan laut bagi kelangsungan hidup bangsa Indonesia pada masa yang akan datang.
Halmahera Tengah memiliki luas laut ± 80 % yang lebih besar daripada luas daratan, dengan luas wilayah sebagian besar adalah perairan laut, maka potensi sumberdaya perikanan dan kelautan baik sumberdaya dapat diperbaharui (renewable reseurces) dan sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable resources) serta jasa-jasa lingkungan (environmental services) didalamnya merupakan aset yang sangat potensial untuk dikembangkan, namun sungguh disayangkan bila potensi yang sedemikian besar ini dibiarkan begitu saja bahkan Pemerintahnya pun turut mengamini potensi ini hilang entah kemana. Kondisi ini diperparah lagi dengan merajalelanya Ilegal Fishing yang dilakukan oleh nelayan asing (Philipine) di perairan Halmahera Tengah yang terus terjadi menyebabkan produktifitas nelayan lokal menurun karena kalah bersaing.
Wilayah perairan Halmahera Tengah dan Pulau Morotai dapat dijadikan nelayan asing sebagai pintu masuk keluar (Fishing Ground) untuk penangkapan/ mencuri ikan, tanpa bisa ditangkap oleh aparat keamanan. Pihak pengamanan dilaut harus berani mengambil tindakan tegas terhadap nelayan-nelayan asing yang menangkap ikan diwilayah NKRI. Jangan lagi ada yang membolehkan, tapi juga ada yang melarang sehingga masyarakat dibuat bingung mana yang bisa didengar pernyataanya. Inilah yang perlu dikikis oleh pemerintah Halmahera Tengah guna menyatukan pendapat dan persepsi demi membangun Negara ini kedepan. Ada pepatah mengatakan “ Guru kencing berdiri, maka murid kencing berlari”. Inilah yang harus dihindari, jangan sampai pemerintah dan aparat yang melarang dibelakang memberikan izin lagi. Beberapa kebijakan pemerintah Kabupaten, yang bagi penulis menjadi kurang produktif dalam upaya mendukung optimalisasi pemanfataan sumberdaya perikanan dan kelautan, dapat dilihat dari :
1.      Lemahnya penanganan dalam pengawalan kasus Illegal Fishing oleh nelayan-nelayan asing yang sudah ditangkap oleh pihak pengamanan, dikarenakan tidak ada komitmen penegak hukum dibidang perikanan ditingkat Provinsi maupun kabupaten dan kota. Kasus beberapa kapal asing pada beberapa tahun yang lalu yang sudah tertangkap diperairan Halmahera Tengah tepatnya di Kecamatan Patani, namun masih tetap beroperasi hingga beberapa tahun terakhir.
2.      Prioritas pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam, sektor pertambangan dan energi serta kehutanan masih menjadi prioritas dalam upaya mendapatkan sumber PAD bagi daerah. Padahal, dari kedua sumberdaya ini, disamping memang mendapat PAD yang signifikan bagi daerah, akan tetapi juga telah menyebabkan timbulnya kerusakan sumberdaya dan konflik sumberdaya. Beberapa kasus konflik sumberdaya antara perusahan pertambangan dengan masyarakat lokal (Kasus Pulau. Gebe dan WBN) serta kasus lain dapat diidentifikasi dengan jelas di daerah ini, kiranya sudah menjadi bahan evaluasi untuk kita.
3.      Pemberian bantuan kapal penangkapan dan alat penangkapan ikan untuk nelayan yang memiliki kapasitas dibawah standar, sehingga membuat nelayan dalam melakukan pelayaran pada daerah Fishing ground, tidak bisa ditempuh dengan menggunakan kapal yang berkapasitas dibawah standar, karena kondisi ini dapat mengancam keselamatan nelayan (Kasus salah satu nelayan Gebe yang hilang dan belum ditemukan sampai saat ini). Lebih parah lagi pemberian bantuan yang salah sasaran alias bukan pada nelayan akibatnya bantuan-bantuan yang diberikan dipergunakan untuk kepentingan lain bukan lagi untuk kegiatan menangkap ikan.
4.      Tidak adanya konsep yang sinergitas antara pemerintah Kabupaten, Provinsi dan Pusat yang mengarah pada pembangunan sektor Perikanan dan Kelautan yang jelas bagi daerah ini. Hal ini bisa dilihat dari dua hal : Pertama, bahwa pembangunan perikanan dan kelautan yang dilakukan selama ini, ternyata belum berhasil mengangkat taraf hidup masyarakat pesisir/ nelayan didaerah ini. Kedua, dampak pembangunan yang selama ini dilakukan ternyata telah menurunkan kualitas lingkungan laut dan pesisir beserta sumberdaya yang terkandung didalamnya.   
Dilain sisi kendala yang menghambat proses pembangunan sector perikanan saat ini adalah Ilegal fishing, mengapa tidak ketika kebijakan Pemerintah untuk menghadirkan suatu lembaga hukum yang menangani Ilegal fishing sebut saja PENGADILAN PERIKANAN masih belum terealisasikan, seakan menjadi suatu ketakutan, padahal kasus terbesar untuk Ilegal fishing terdapat diperairan Maluku Utara. Berbagai kajian lanjutan yang dilakukan oleh pihak akademisi mendeskripsikan dengan jelas potensi perikanan Maluku Utara adalah lumbung ikan tuna, hal ini jelas di jabarkan dalam kongres tuna Internasional di General Santos Philipina. Yang kedua pembentukan post-post pengawasan didaerah yang rawan pencurian Ikan belum maksimal, hal ini dikarenakan minimnya penyediaan sarana dan prasarana pengawasan pengamanan laut (kapal-kapal patroli AL-Angkatan Laut) masih berada dibawah standar dengan fasilitas yang sudah mengalami kerusakan.
Dari indikator kebijakan daerah diatas, dapat dikatakan bahwa komitmen dan kemauan pemerintah daerah untuk menjadikan potensi besar daerah ini menjadi energi untuk menjalankan mesin pembangunan daerah ini sangatlah kurang. Harus kita akui bahwa perikanan sebagai pemain kecil, dalam sebuah dinamika orkestra pembangunan ini, bukan karena perikanan tidak berpotensi, tetapi potensi perikanan Halmahera Tengah belum ditunjukkan secara nyata sehingga banyak orang beranggapan bahwa dunia perikanan itu merupakan dunia hayalan. Peluang untuk meningkatkan pengembangan perikanan di masa datang, cukup besar antara lain karena sumberdaya perikanan yang tersedia cukup besar potensinya, memiliki keunggulan komparatif, peluang pemasaran cukup baik dan belum dimanfaatkan. Untuk meningkatkan produksi ikan sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir/ nelayan, maka diperlukan suatu sistem pengolahan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan, melalui usaha intensifikasi, ekstensifikasi dan rehabilitasi. Usaha ini harus didukung oleh berbagai jenis usaha lainya, misalnya melalui upaya restorasi ekosistem hutan bakau, konservasi ekosistem terumbu karang dan pencegahan pencemaran laut.
Untuk mengelola potensi kawasan laut Halmahera Tengah, dituntut adanya keterpaduan dalam kebijaksanaan dan penanganan melalui koordinasi yang kontinu dengan melibatkan stack holder yang berkompeten pada sektor kelautan dan perikanan, baik dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaan kegiatan oleh masing-masing yang berwenang. Kita tahu bahwa konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) pada tahun 1982 sebagaimana telah diberlakukan sebagai Hukum Internasional. Dengan demikian masalah-masalah kelautan memerlukan penanganan yang menyeluruh dan lebih terintegrasi, baik dalam kebijaksanaan nasional maupun yang bersifat operasional dilapangan.
Strategi pengembangan kawasan Perikanan 2010-2014 sebagai komoditas unggulan oleh Pemerintah Propinsi Maluku Utara, menempatkan Kab. Halmahera Tengah pada prioritas  ke-III untuk perikanan tangkap (Tuna), sedangkan perikanan budidaya untuk ( Budidaya Rumput Laut Dan Kerapu ) menempatkan Halmahera Tengah pada prioritas ke-II. (Baca: Kebijakan dan Startegi  Pembangunan Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku Utara. Seminar Kepulauan Dan Kemah Riset Himpunan Mahasiswa Perikanan Indonesia Wilayah VII). Hal terpenting yang patut diperhatikan demi terciptanya keterpaduan dalam memanfaatkan laut bukan dilaksanakan hanya berdasar pada resep ekonomi, akan tetapi keseimbangan ekologi mutlak diperlukan. Oleh karena itu diperlukan ketersedian teknologi yang lebih baik, tumbuhnya budaya bahari, berkembangnya penataan pola migrasi biota laut, dan meluasnya teknik budidaya perikanan laut yang ramah lingkungan.
Akhir dari tulisan ini marilah meretas asa diatas samudera dari laut kita membangun, laut masa depan kita. “Bila Hatimu Bergetar Marah Melihat Ketidak Adilan Maka Kita Adalah Kawan”.



Fagogoru




“ FAGOGORU
Sebuah Refleksi Untuk Masyarakat Gam Range

Oleh :
Kismanto Koroy
Kamerad Gerakan Mahasiswa Pemerhati Sosial (GAMHAS) Maluku Utara

Jangan pernah lupakan sejarah,
Sebab siapa yang lupakan sejarah,
Maka dia akan digiling, digilas oleh sejarah itu sendiri
“Bung Karno”


Tabea....
Sebelum mengulas lebih jauh tulisan ini, penulis memohon ampun kepada moyang-moyang para pendahulu yang dengan gigih dan berani telah mempertahankan tanah negeri ini sampai kembali pada pangkuannya, bukan menggurui para petuah-petuah yang ada ditanah fagogoru, tapi tulisan ini hanyalah sebuah ekspresi kegelisahan penulis dalam mencermati kondisi sosial masyarakat yang ada di tanah fagogoru.
Sebuah fakta menunjukkan saat ini Indonesia tengah diramaikan pada proses di mana sedang disuguhi cicipan menu yang namanya “demokrasi”. Demokrasi yang sedang dikunyah-kunyah baik ditingkatan pusat, propinsi bahkan kabupaten/kota dengan akan dilaksanakannya pilpres, pilgub dan pilkada di seantero wilayah Nusantara Indonesia. Sebuah upaya yang dilakukan untuk membangun nilai demokrasi politik yang dapat menjawab keinginan masyarakat, tentunya menjadi sebuah tanggung jawab rell bagi pelaku-pelaku politik dalam menjalakan proses demokrasi dengan sebaiknya maka harus tetap menjaga serta menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan yang ada di setiap daerah/wilayah sehingga masyarakatnya tidak lagi dibuat bingung. Memang benar apa yang disampaikan oleh Antoni Nurdin catatan editor (Konsulidasi Demokrasi, Desentralisasi Dan Kearifan Lokal) bahwa akhir-akhir ini elit politik dalam praktek perebutan kekuasaan  cenderung mengabaikan aspek demokratisasi, nilai-nilai kebudayaan, dan tetap membenarkan cara-cara kotor dengan selalu bersandarkan pada slogan demokrasi, itulah  yang sering menjadi suguhan para politisi dalam menggapai keinginan politik mereka. Berbeda dengan (F. Magnis suseno, 1992) menjelaskan dalam kondisi perpolitikan Indonesia saat ini untuk mencari seorang pemimpin yang benar-benar bersih, jujur, bermoral, humanis ibarat mencari perawan di sarang pelacur.
Bukan hal yang tabu lagi bagi masyarakat Maluku Utara memang ranah politik dewasa ini, banyak orang memposisikan dirinya sebagai pelaku-pelaku politik yang tidak terlepas berbicara soal kepentingan rakyat, mengubar janji-janji politik sebagai jualan dalam meraih kekuasaan serta mempertahankan karir dalam posisi-posisi tertentu, sehingga mau tidak mau harus bekerja keras untuk memenangkan kandidatnya, kalaupun tidak maka posisi ini akan tergeser dan akan diduduki oleh kandidat yang menang, sekalipun harus memandang sebelah mata antara anak dengan orang tua, saudara-saudarinya, tetangganya, sahabat serta kerabatnya tidak lagi peduli dengan kondisi sosial seperti ini, persetan dengan mereka semua........ yang jelas kandidatku yang paling kuat dan harus menang. Melihat kondisi politik seperti ini akankah masyarakat gam range masih tetap bertahan dan bercumbu dengan ketidaknyamanan dan hidup di bawah tekanan yang pada akhirnya hanya menguntungkan mereka-mereka yang berkepentingan.
Terlepas dari gambaran di atas, merunut kembali akan sejarah kelam bahwa masyarakat Fagogoru lebih dikenal dengan orang-orangnya yang memiliki sopan santun, ngaku rasai, dan budi bahasan. Adalah mustahil ketika kembali melihat sejarah kelam ini, anak negeri yang hidup dan besar di tanah fagogoru harus memandang sebelah mata saudara-saudaranya (farimon ret faften) karena kepentingan sekelompok elite politik yang ada di tanahmu hanya karena bicara soal kepentingannya tanpa memupuk rasa persatuan dan kesatuan (fai sayang ret falciling) yang telah dirawat dan dipupuk oleh para pendahulu kita.
Manusia secara sadar menentukan kriteria dan indikator tujuan serta strategi dalam mencapai tujuan hidupnya. Penentuan tersebut pada awalnya merupakan peran individu, akan tetapi manusia adalah makhluk sosial (Zoon Polothycon) yang perlu dan harus berinteraksi dengan individu lain yang mau tidak mau harus berada dalam suatu sistem interakasi individu yang lebih kompleks, akan tetapi kondisi ini berbanding terbalik dan jauh dari harapan semua telah berubah tidak seperti yang dahulu lagi, akankah kita telah lupa dengan sejarah..?
Angin reformasi telah kita lalui bersama namun praktek demokrasi masih berjuba kepentingan politik sekelompok elite, masyarakat yang heterogen dan fragmentatif, disimpang jalang oleh ketidakseimbangan mendalam, didesain oleh mereka-mereka yang noda itu sampai harus terjadi perpecahan etnis, kelas, gender, dan wilayah. Isu ini tidaklah benar-benar imoralitas eksklusif sosial, masyarakatnya di lemahkan dengan bunga rampai politik alias janji-janji politik yang selalu abstrak. Memang tak bisa dipungkiri hidup di zaman yang edan ini semua hal harus dirasuki kepentingan politik. Tidakkah saat ini elit-elit politik harus memberikan contoh teladan kepada rakyat dengan rasa kasih sayang (faisayang) serta memberikan cinta kepada sesama, dengan selalu melakukan silaturahmi yang dapat menumbuh kembangkan rasa persaudaraan, membangun komunikasi politik yang santun dengan tidak merusak tali silaturahmi antar sesama masyarakat, bukankah seorang pemimpin harus menjadi panutan dan inspirasi bagi rakyatnya, akankah itu sangat indah....? jangan lagi menambah beban ini kepada rakyat yang hidup dalam kesehariannya dengan ketidaknyamanan, hanya karena kepentingan elit-elit politik yang juga tidak berada pada satu kesamaan kepentingan politiknya.
Fagogoru atau (baku panggil/baku bilang) mungkin hanya sebuah kata yang indah dan enak didengar, ataukah hanya semboyang yang dijadikan simbol..? atau mungkinkah hanya dijadikan topeng dalam berpolitik..? sungguh disayangkan ketika esensi dan makna fagogoru tidak lagi dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Mencermati arti kata fagogoru tidaklah cukup kalau hanya dijadikan semboyang, artinya sudah saatnya masyarakat gam range harus mengembalikan citra dan esensi fagogoru sebagai bentuk perlawanan kepada elit-elit politik yang telah mengahancurkan nilai-nilai kebudayaan yang telah diwariskan oleh moyang-moyang terdahulu. Tidak ada alasan untuk kita masyarakat gam range  untuk memutuskan semua yang sudah menjadi darah daging, tanggalkan semua yang menjadi simbol-simbol penghancuran, kembalikan masa lalu yang indah itu. Ketika masa lalu telah kehilangan cengkramannya, atau menjadi satu diantara sekian ‘alasan’ untuk melakukan sesuatu, maka kebiasaan-kebiasaan yang sudah mapan hanyalah berfungsi sebagai panduan eksen yang bersifat terbatas.
Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan negara “semua buat semua”, “satu buat semua, semua buat satu (Yudi Latif, 2011). Terlepas dari itu cita-cita persaudaraan dalam kesederajatan kewargaan masyarakat gam range memiliki akar yang kuat dalam pergaulan hidup keseharian dengan budaya babari dalam mengerjakan suatu pekerjan secara bersama-sama. Sejatinya cita-cita para pendiri bangsa ini menginginkan rakyat dan anak cucu mereka tidak lagi harus hidup dengan penekanan-penekanan yang justru muncul dikalangan para penguasa negeri ini. Idealnya seorang pemimpin mestinya harus menjadi panutan (modeling) bagi seluruh rakyat dalam mengemban amanah yang telah diberikan. Bagaimana seorang pemimpin harus menjaga tutur kata, sikap, perilaku dan keputusan-keputusan yang diambilnya, sejauh mana dia melakukan apa yang dikatakannya, dengan beberapa pendekatan yang harus di miliki seorang pemimpin adalah sifat-sifat dasar kepemimpinan yang oleh (Waren Bennis) menyebutkan sifat dasar kepemimpinan itu antara lain visioner, berkemampuan kuat, integritas, amanah, rasa ingin tahu dan berani.  
Dalam fase ini masyarakat gam range telah diperhadapkan dengan perhelatan momentum pemilihan kepala daerah (pilkada) dalam hal ini biasa disebut “pesta rakyat” artinya pestanya seluruh rakyat yang ada di kabupaten Halmahera Tengah dalam menentukan seorang pemimpin yang dapat membawa amanah dan tanggung jawab yang telah diberikan dengan harapan bisa berbuat yang terbaik bagi seluruh rakyat. Pada posisi ini penulis lebih memposisikan diri sebagai anak negeri yang gelisah dengan kondisi sosial yang ada di tanah fagogoru. Untuk mengembalikan semangat dan rasa persatuan dan kesatuan serta nilai-nilai fagogoru, dengan menentukan seorang pemimipin kedepan, penulis  masih tetap percaya kepada seluruh masyarakat tentang apa yang telah dipikirkan adalah yang terbaik untuk negeri fagogoru.
Mengakhiri tulisan ini penulis mengajak kembali kepada seluruh masyarakat gam range dengan yel-yel atau biasa disebut kabata Fagogoru, Bati yami jato- Bati yami jato (sudara torang so ada- Sudara torang so ada), fasadia re takalar to (persiapan sudah). Sudah saatnya masyarakat gam range bersatu dalam satu kepentingan dan selalu damai meskipun beda pilihan dengan tetap mempertahankan nilai-nilai kebudayaan fagogoru.

SKPT Morotai dan Kebijakan Pengelolaan Perikanan

SKPT Morotai dan Kebijakan Pengelolaan Perikanan (Pernah terbit di REPUBLIKA, edisi 18 Januari 2018   08:10 WIB ) Oleh : Kismanto...