Selasa, 21 April 2015

Perikanan Maluku Utara dan Ambisi Nasional



Perikanan Maluku Utara dan Ambisi Nasional

Oleh : Kismanto Koroy

 Pernah terbit di Malut Post : Edisi 18 Maret 2015


Sumber gambar : http://www.tempo.co
Meretas asah diatas samudera dari laut kita membangun. Sebuah catatan kertas kusut penulis yang berisi motto sederhana diatas, memang sangat menginspirasi penulis dikala menjadi bagian dari generasi bahari ketika masih berada di bangku perkuliahan Strata Satu (S1) di salah satu Perguruan Tinggi ternama di Maluku Utara. Penulis juga begitu sangat yakin bahwa pada waktunya paradigma pembangunan nasional bangsa ini, akan mengalami pergeseran dari land based development menjadi ocean-based development. Bukan tidak mungkin, sebagai negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia, bangsa Indonesia memiliki potensi sumberdaya disektor kelautan dan perikanan yang tergolong masih banyak menyimpan kekayaan yang belum dimanfaatkan secara optimal.
Pembangunan sektor perikanan dan kelautan melalui rencana pembangunan nasional, menempatkan kawasan timur Indonesia sebagai sektor unggulan di bidang kelautan dan perikanan nasional. Maluku Utara sebagai salah satu kawasan unggulan di bidang kelautan dan perikanan yang termasuk dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 715, memiliki potensi lestari Maksimum Sustainable Yield (MSY) sebesar 595,6 dan sampai pada tahun 2010 produksi perikanan tangkap sudah mencapai 214,3 ton (Bappenas 2014). Sebagai Provinsi yang terletak timur Indonesia, Maluku Utara memiliki luas wilayah mencapai 140.255,32 km². Sebagian besar merupakan wilayah perairan laut, yaitu seluas 106.977,32 km² (76,27%). Sisanya seluas 33.278 km² (23,73%) adalah daratan. Kondisi ini menggambarkan wilayah Provinsi Maluku Utara merupakan salah satu kawasan strategis nasional di kawasan timur Indonesia yang dapat dikembangkan sebagai wilayah pengelolaan perikanan nasional. Tidak hanya itu, Maluku Utara juga termasuk sebagai Provinsi di Indonesia yang memiliki jumlah pulau-pulau kecil terbanyak setelah Kepulauan Riau dan Papua Barat, dengan jumlah pulau sebanyak 1.474 buah pulau.
Terlepas dari wacana potensi yang menjadi sektor unggulan masyarakat Maluku Utara, muncul semangat baru bagi Pemerintah Daerah untuk menjadikan Maluku Utara sebagai kawasan Lumbung Ikan Nasional (LIN). Sebelumnya, baru-baru ini Pemerintah Pusat sudah menetapkan Provinsi Maluku sebagai kawasan Lumbung Ikan Nasional. Tentu sebuah upaya positif yang mesti diberikan apresiasi, guna menggenjot perekonomian Daerah dan tentunnya perekonomian masyarakat nelayan yang selama ini hidup dibawah garis kemiskinan.. (katanya). Hal ini berdasarkan visi pengelolaan perikanan di WPPNRI 715 mewujudkan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat perikanan.
Sungguh ironis, ketika potensi sumberdaya perikanan dan kelautan Maluku Utara tidak dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik. Tidak cukup berbangga dengan potensi sumberdaya yang kita miliki, pengelolaan sumberdaya perikanan dapat dilakukan dengan baik apabila secara teknis kesiapan pemerintah daerah harus benar-benar matang, baik itu infrastruktur pendukung, seperti kapal penangkapan/alat tangkap yang memadai, pelabuhan perikanan, data perikanan daerah, serta memberantas kasus illegal fishing di daerah ini harus di realisasikan. Pertanyaanya, sudah kita melakukan tanggung jawab ini..?? Bangga dengan potensi perikanan yang kita miliki memang iya.. tapi menjadi Lumbung Ikan Nasional, apakah kita sudah siap..?
Beberapa gebrakan yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, terkait dengan sumberdaya perikanan dan kelautan nasional tentu merupakan sebuah upaya positif yang mestinya direspon oleh pemerintah daerah. Pemberantasan kasus illegal fishing oleh nelayan-nelayan asing, merupakan kebijakan pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, adalah langkah yang cukup berani dalam sejarah pemberantasan kasus illegal fishing, guna penyelamatan sumberdaya perikanan secara nasional.
Kebijakan pemerintah daerah untuk mendorong Maluku Utara sebagai Lumbung Ikan Nasional (LIN) juga tidak harus di pandang sebelah mata. Pada kepentingan lain terkait dengan pengembangan sektor kelautan dan perikanan, tentu membutuhkan keterlibatan stakeholder yang berkompeten, baik dari kalangan Akademisi, LSM maupun lembaga lain yang berkepentingan pada sektor ini. Memutuskan mata rantai stakeholder yang lain sama halnya dengan mengundang kejahatan untuk menciptakan kemiskinan yang berkepanjangan, maka kita tak ubahnya seperti “perompak” yang menghargai momentum demi keuntungan se-saat.   
Pada pelaksanaannya, dalam penyusunan rencana pengelolaan perikanan dengan mengacu pada definisi - Ecosystem Approach of Fisheries Management (EAFM) yang dibangun oleh FAO (2003), maka pendekatan yang digunakan adalah menyeimbangkan antara tujuan sosial ekonomi dalam pengelolaan perikanan (kesejahteraan nelayan, keadilan pemanfaatan sumberdaya ikan, dan lain-lain) dengan mempertimbangkan ilmu pengetahuan dan ketidakpastian tentang komponen biotik, abiotik, manusia dan interaksinya dalam ekosistem perairan melalui sebuah pengelolaan perikanan yang terpadu, komprehensif dan berkelanjutan.
Menjadi lumbung ikan nasional adalah ambisi di sektor kelautan dan perikanan demi kepentingan ekonomi daerah. Lantas apa implikasi sosial-ekonomi bagi masyarakat perikanan kita..? mengacu pada UUD 1945, maka pembangunan yang dilakukan adalah seutuhnya demi kepentingan masyarakat dan untuk kesejahteraan masyarakat. Saatnya perlahan kita menghilangkan stigma dan maskot yang selama ini melekat pada nelayan yaitu “Kemiskinan” ini adalah nazar yang harus dibayar. Penghapusan dosa dengan menerapkan kebijakan yang berpihak pada masyarakat adalah keputusan yang tepat dan mesti harus di kedepankan. Oleh sebab itu, upaya menciptakan terobosan baru dalam pembangunan di sektor kelautan dan perikanan sebagai unggulan kompetetif (competitive adventage), (Porter, 1998) menyebutkan perlu membutuhkan paradigma yang bervisi kemaritiman dan sistem manajemen yang komparatif melalui penerapan inovasi IPTEK dan manajemen yang profesional.
Untuk mewujudkan cita-cita luhur tersebut bukan tanpa proses, berbagai upaya tentu harus dilakukan diantaranya ; 1). Melakukan riset ilmiah yang berbasis pada ecological yang dapat menjamin kelestarian sumberdaya perikanan dan kelautan (data perikanan), 2). Penyediaan infrastruktur pendukung yang dapat menunjang kegiatan nelayan, 3). Penyediaan pasar yang memadai, guna menggenjot perekonomian masyarakat perikanan, daerah maupun pemerintah pusat, 4). Membangun sinergitas antar stakeholder yang berkepentingan dalam sektor kelautan dan perikanan, dan 5). Memberantas kasus illegal fishing serta menghadirkan pengadilan perikanan di Maluku Utara, guna menyikapi mafia-mafia perikanan.
Adalah penting untuk merelealisasikan pengelolaan semberdaya perikanan dan kelautan yang berkelanjutan. Keterlambatan atau kegagalan melakukan hal yang penting ini akan membawa konsekuensi negatif di masa depan. Pengelolaan perikanan, sesederhana apapun bentuknya, adalah jauh lebih baik dari kondisi tanpa pengelolaan sama sekali (Nikijuluw P.H, 2005).***

SKPT Morotai dan Kebijakan Pengelolaan Perikanan

SKPT Morotai dan Kebijakan Pengelolaan Perikanan (Pernah terbit di REPUBLIKA, edisi 18 Januari 2018   08:10 WIB ) Oleh : Kismanto...