Perikanan Maluku Utara dan Ambisi Nasional
Oleh
: Kismanto Koroy
Pernah terbit di Malut Post : Edisi 18 Maret 2015
Sumber gambar : http://www.tempo.co
Meretas asah diatas samudera dari
laut kita membangun. Sebuah catatan kertas
kusut penulis yang berisi motto sederhana
diatas, memang sangat menginspirasi penulis dikala menjadi bagian dari generasi
bahari ketika masih berada di bangku perkuliahan Strata Satu (S1) di salah satu
Perguruan Tinggi ternama di Maluku Utara. Penulis juga begitu sangat yakin
bahwa pada waktunya paradigma pembangunan nasional bangsa ini, akan mengalami
pergeseran dari land based development menjadi
ocean-based development. Bukan tidak
mungkin, sebagai negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia, bangsa
Indonesia memiliki potensi sumberdaya disektor kelautan dan perikanan yang
tergolong masih banyak menyimpan kekayaan yang belum dimanfaatkan secara
optimal.
Pembangunan sektor
perikanan dan kelautan melalui rencana pembangunan nasional, menempatkan
kawasan timur Indonesia sebagai sektor unggulan di bidang kelautan dan
perikanan nasional. Maluku Utara sebagai salah satu kawasan unggulan di bidang
kelautan dan perikanan yang termasuk dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP)
715, memiliki potensi lestari Maksimum
Sustainable Yield (MSY) sebesar 595,6 dan sampai pada tahun 2010 produksi
perikanan tangkap sudah mencapai 214,3 ton (Bappenas 2014). Sebagai Provinsi
yang terletak timur Indonesia,
Maluku Utara memiliki luas wilayah
mencapai 140.255,32 km². Sebagian besar merupakan wilayah perairan laut, yaitu
seluas 106.977,32 km² (76,27%). Sisanya seluas 33.278 km² (23,73%) adalah
daratan.
Kondisi ini menggambarkan wilayah Provinsi Maluku Utara merupakan salah satu
kawasan strategis nasional di kawasan timur Indonesia yang dapat dikembangkan
sebagai wilayah pengelolaan perikanan nasional. Tidak hanya itu, Maluku Utara
juga termasuk sebagai Provinsi di Indonesia yang memiliki jumlah pulau-pulau
kecil terbanyak setelah Kepulauan Riau dan Papua Barat, dengan jumlah pulau
sebanyak 1.474 buah pulau.
Terlepas dari wacana
potensi yang menjadi sektor unggulan masyarakat Maluku Utara, muncul semangat
baru bagi Pemerintah Daerah untuk menjadikan Maluku Utara sebagai kawasan
Lumbung Ikan Nasional (LIN). Sebelumnya, baru-baru ini Pemerintah Pusat sudah
menetapkan Provinsi Maluku sebagai kawasan Lumbung Ikan Nasional. Tentu sebuah
upaya positif yang mesti diberikan apresiasi, guna menggenjot perekonomian
Daerah dan tentunnya perekonomian masyarakat nelayan yang selama ini hidup
dibawah garis kemiskinan.. (katanya).
Hal ini berdasarkan visi
pengelolaan perikanan di WPPNRI 715 mewujudkan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat perikanan.
Sungguh ironis, ketika
potensi sumberdaya perikanan dan kelautan Maluku Utara tidak dapat dikelola dan
dimanfaatkan dengan baik. Tidak cukup berbangga dengan potensi sumberdaya yang
kita miliki, pengelolaan sumberdaya perikanan dapat dilakukan dengan baik
apabila secara teknis kesiapan pemerintah daerah harus benar-benar matang, baik
itu infrastruktur pendukung, seperti kapal penangkapan/alat tangkap yang memadai,
pelabuhan perikanan, data perikanan daerah, serta memberantas kasus illegal fishing di daerah ini harus di realisasikan.
Pertanyaanya, sudah kita melakukan tanggung jawab ini..?? Bangga dengan potensi perikanan yang
kita miliki memang iya.. tapi menjadi Lumbung Ikan Nasional, apakah kita sudah
siap..?
Beberapa
gebrakan yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, terkait
dengan sumberdaya perikanan dan kelautan nasional tentu merupakan sebuah upaya
positif yang mestinya direspon oleh pemerintah daerah. Pemberantasan kasus illegal fishing oleh nelayan-nelayan
asing, merupakan kebijakan pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan
Perikanan RI, adalah langkah yang cukup berani dalam sejarah pemberantasan
kasus illegal fishing, guna
penyelamatan sumberdaya perikanan secara nasional.
Kebijakan
pemerintah daerah untuk mendorong Maluku Utara sebagai Lumbung Ikan Nasional
(LIN) juga tidak harus di pandang sebelah mata. Pada kepentingan lain terkait
dengan pengembangan sektor kelautan dan perikanan, tentu membutuhkan
keterlibatan stakeholder yang
berkompeten, baik dari kalangan Akademisi, LSM maupun lembaga lain yang berkepentingan
pada sektor ini. Memutuskan mata rantai stakeholder
yang lain sama halnya dengan mengundang kejahatan untuk menciptakan kemiskinan
yang berkepanjangan, maka kita tak ubahnya seperti “perompak” yang menghargai momentum demi keuntungan se-saat.
Pada pelaksanaannya, dalam penyusunan rencana pengelolaan perikanan
dengan
mengacu pada definisi -
Ecosystem Approach of Fisheries Management (EAFM)
yang dibangun oleh FAO (2003), maka pendekatan yang digunakan adalah
menyeimbangkan antara tujuan sosial ekonomi dalam pengelolaan perikanan
(kesejahteraan nelayan, keadilan pemanfaatan sumberdaya ikan, dan lain-lain)
dengan mempertimbangkan ilmu pengetahuan dan ketidakpastian tentang komponen
biotik, abiotik, manusia dan interaksinya dalam ekosistem perairan melalui
sebuah pengelolaan perikanan yang terpadu, komprehensif dan berkelanjutan.
Menjadi
lumbung ikan nasional adalah ambisi di sektor kelautan dan perikanan demi
kepentingan ekonomi daerah. Lantas apa implikasi sosial-ekonomi bagi masyarakat
perikanan kita..? mengacu pada UUD 1945, maka pembangunan yang dilakukan adalah
seutuhnya demi kepentingan masyarakat dan untuk kesejahteraan masyarakat.
Saatnya perlahan kita menghilangkan stigma dan maskot yang selama ini melekat
pada nelayan yaitu “Kemiskinan” ini adalah
nazar yang harus dibayar. Penghapusan dosa dengan menerapkan kebijakan yang
berpihak pada masyarakat adalah keputusan yang tepat dan mesti harus di
kedepankan. Oleh sebab itu, upaya menciptakan terobosan baru dalam pembangunan
di sektor kelautan dan perikanan sebagai unggulan kompetetif (competitive adventage), (Porter, 1998)
menyebutkan perlu membutuhkan paradigma yang bervisi kemaritiman dan sistem
manajemen yang komparatif melalui penerapan inovasi IPTEK dan manajemen yang
profesional.
Untuk
mewujudkan cita-cita luhur tersebut bukan tanpa proses, berbagai upaya tentu
harus dilakukan diantaranya ; 1). Melakukan riset ilmiah yang berbasis pada ecological yang dapat menjamin
kelestarian sumberdaya perikanan dan kelautan (data perikanan), 2). Penyediaan
infrastruktur pendukung yang dapat menunjang kegiatan nelayan, 3). Penyediaan
pasar yang memadai, guna menggenjot perekonomian masyarakat perikanan, daerah maupun
pemerintah pusat, 4). Membangun sinergitas antar stakeholder yang berkepentingan dalam sektor kelautan dan
perikanan, dan 5). Memberantas kasus illegal
fishing serta menghadirkan pengadilan perikanan di Maluku Utara, guna menyikapi
mafia-mafia perikanan.
Adalah
penting untuk merelealisasikan pengelolaan semberdaya perikanan dan kelautan yang
berkelanjutan. Keterlambatan atau kegagalan melakukan hal yang penting ini akan
membawa konsekuensi negatif di masa depan. Pengelolaan perikanan, sesederhana apapun
bentuknya, adalah jauh lebih baik dari kondisi tanpa pengelolaan sama sekali
(Nikijuluw P.H, 2005).***