Sejarah
Kepemilikan dan Penamaan Pulau Sayafi dan Liwo
Oleh :
Kismanto Koroy
Tulisan ini merupakan
beberapa bagian dari penelitian Tesis (S2) penulis yang membahas tentang
pengelolaan Ekowisata Bahari di pulau Sayafi dan Liwo. Karena keterbatasan informan, sehingga isi tulisan ini belum
secara detail membahas tentang sejarah kedua pulau tersebut. Meng-Upload tulisan ini hanya sekedar membagi
informasi dan pengetahuan kepada pembaca, terutama teman-teman generasi Gamrange, terlebih juga sedikit memprovokasi
teman-teman yang menggeluti kajian-kajian tentang sejarah (history). Menyadari hal tersebut, untuk tetap memberikan informasi
pada generasi-generasi penerus, penting kiranya untuk terus menggali informasi,
mengkaji dan menuliskan dalam bentuk buku Sejarah Gamrange atau apapun namanya, diperlukan sebuah kajian yang detail
dari para pakar dan sejarawan sehingga tidak ada dusta diantara kita (pembelokan sejarah).***
Sejarah Kepemilikan. Bermula dari sejarah asal-usul kepemilikan
pulau Sayafi dan Liwo secara sah menurut hukum adat masyarakat Patani. Sebelum
pengesahan kepemilikan pulau Sayafi dan Liwo, awal mulanya telah terjadi
sengketa kepemilikan pulau Sayafi dan Liwo, antara masyarakat Desa Bicoli,
Gemia dan masyarakat Tepeleo.Karena telah terjadi sengketa dan klaim
kepemilikian pulau, maka lahirlah musyawarah atau rekonsiliasi dengan satu
kesepakatan untuk menentukan moment penting yang di namakan “Falipes” dalam bahasa lokal masyarakat
Patani yang artinya perebutan. Isi kesepakatan dalam moment “Falipes” yaitu siapa yang duluan tiba
dan mengetahui nama tumbuh-tumbuhan (SDA) di kedua pulau tersebut dan langsung
mengetuk Gong, maka mereka akan berhak memiliki kedua pulau tersebut. Setelah
ditetapkan kesepakatan tersebut, ivent
perebutan “Falipes” pun dilakukan.
Berlangsungnya ivent “Falipes”, untuk menentukan hak
kepemilikan pulau, dalam perjalanan menuju pulau Sayafi dan Liwo, ternyatayang
datang lebih awal di kedua pulau tersebut adalah masyarakat dari Desa Bicoli dan
langsung menujuke dusun Botolo dan Biawsowo, menyusul masyarakat dari Desa Gemia,mereka
langsung menuju ke dusun Nyinyen Wolot, sementara masyarakat dari Desa Tepeleo
yang datang paling terakhir langsung menuju ke dusun Piyasili.
Masyarakat dari Desa Bicoli
datang lebih awal, karena secara geografis Desa Bicoli memiliki jarak lebih
dekat menuju ke pulau Sayafi dan Liwo. Sedangkan masyarakat dari Desa Gemia dan
Desa Tepeleo memiliki jarak tempuh sama, namun yang datang kedua setelah Bicoli
adalah masyarakat dari Desa Gemia. Setibanya mereka di pulau Sayafi dan Liwo,
nampaknya potensi sumberdaya alam yang melimpah, membuat masyarakat dari Desa
Bicoli dan Desa Gemia terjebak dengan potensi alam yang ada di kedua pulau
tersebut, sehinnga mereka kemudian mengabaikan kesepakatan dalam ivent “Falipes” dan tetap berada di
pesisir pantai pulau Sayafi dan Liwo. Sementara masyarakat dari Desa Tepeleo
yang datang paling terakhir langsung menuju ke hutan pulau Sayafi dan langsung
mengidentifikasi jenis-jenis pohon (SDA). Setelah sesudah mengidentifikasi
nama-nama pohon di hutan, mereka langsung mengetuk Gong, sebagai tanda mereka
telah berada di pulau Sayafi dan Liwo. Berdasarkan kesepakatan tersebut diatas,
maka hak asal-usul kepemilikan secara sah menurut hukum adat, pulau Sayafi dan
Liwo menjadi hak milik masyarakat Desa Tepeleo.
Penamaan. Secara etimologi kata Sayafi berasal dari dua
suku kata yaitu “Sa” dan “Ip”. Kata “Sa” dalam bahasa lokal masyarakat Patani artinya karang dan “Ip” artinya tumpukan sampah yang
berserakan dan terbawa oleh arus air laut. Jadi tumpukan-tumpukan sampah yang
terbawa oleh arus air laut ke permukaan karang yang lama-kelamaan kemudian
terbentuklah pulau-pulau kecil. Sedangkan kata Liwo ditinjau dari aspek
penamaan, juga berasal dari bahasa lokal masyarakat Patani yang terdapat dalam
dua suku kata yaitu “Li” artinya
bunyi dan “Wo” artinya akar. (Bengen et al. 2012) mengatakan bahwa tipe pulau yang dimaksud
seperti pada pengertian secara etimologi di atas adalah termasuk dalam tipe
pulau karang timbul (Raised Coral Island)pulau
yang terbentuk oleh terumbu karang yang terangkat ke atas permukaan laut, karena
adanya gerakan ke atas (uplift) dan gerakan ke bawah (subsidence)
dari dasar laut akibat proses geologi. Pada saatdasar laut berada dekat
permukaan (kurang dari 40 m), terumbu karang mempunyai kesempatan untuk tumbuh
dan berkembang di dasar laut yang naik tersebut. Setelah berada di atas permukaan
air laut, karang akan mati dan menyisakanterumbu. Jika proses ini berlangsung
terus, maka akanter bentuk pulau karang timbul. Pada umumnya karang yang timbul
ke permukaan laut berbentuk teras-teras seperti sawah dipegunungan. Proses ini
dapat terjadi pada pulau-pulau vulkanik maupun non-vulkanik.
Penggabungan dua suku kata “Sa” dan “Ip”, menjadi sebutan nama pulau dalam bahasa lokal masyarakat
Patani yaitu “Sayif”. Nama “Sayif” bahkan lebih dikenal oleh masyarakat Bicoli
dan Buli di Halmahera Timur dan di Papua khususnya suku Has dan Maga Kecamatan
Penginabuan. Sedangkan nama Liwo “Li” dan
“Wo” lebih ditinjau pada aspek
penamaan yaitu “Li” artinya bunyi dan
“Wo” artinya akar, sehingga sebutan
nama pulau lebih dikenal dengan nama Liwo. Secara nasional nama kedua pulau
tersebut adalah “Sayafi dan Liwo”.***
(Hasil wawancara; Bapak. Basir Hi.Salasa
(Aparat Pemerintah Desa Tepeleo Batu Dua), dan Bapak. Julfian Hi.Usman (Toko
Masyarakat Peduli Pulau Sayafi dan Liwo).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar