Selasa, 24 Mei 2016


Sejarah Kepemilikan dan Penamaan Pulau Sayafi dan Liwo
Oleh :
Kismanto Koroy

Tulisan ini merupakan beberapa bagian dari penelitian Tesis (S2) penulis yang membahas tentang pengelolaan Ekowisata Bahari di pulau Sayafi dan Liwo. Karena keterbatasan informan, sehingga isi tulisan ini belum secara detail membahas tentang sejarah kedua pulau tersebut. Meng-Upload tulisan ini hanya sekedar membagi informasi dan pengetahuan kepada pembaca, terutama teman-teman generasi Gamrange, terlebih juga sedikit memprovokasi teman-teman yang menggeluti kajian-kajian tentang sejarah (history). Menyadari hal tersebut, untuk tetap memberikan informasi pada generasi-generasi penerus, penting kiranya untuk terus menggali informasi, mengkaji dan menuliskan dalam bentuk buku Sejarah Gamrange atau apapun namanya, diperlukan sebuah kajian yang detail dari para pakar dan sejarawan sehingga tidak ada dusta diantara kita (pembelokan sejarah).***
Sejarah Kepemilikan. Bermula dari sejarah asal-usul kepemilikan pulau Sayafi dan Liwo secara sah menurut hukum adat masyarakat Patani. Sebelum pengesahan kepemilikan pulau Sayafi dan Liwo, awal mulanya telah terjadi sengketa kepemilikan pulau Sayafi dan Liwo, antara masyarakat Desa Bicoli, Gemia dan masyarakat Tepeleo.Karena telah terjadi sengketa dan klaim kepemilikian pulau, maka lahirlah musyawarah atau rekonsiliasi dengan satu kesepakatan untuk menentukan moment penting yang di namakan “Falipes” dalam bahasa lokal masyarakat Patani yang artinya perebutan. Isi kesepakatan dalam moment “Falipes” yaitu siapa yang duluan tiba dan mengetahui nama tumbuh-tumbuhan (SDA) di kedua pulau tersebut dan langsung mengetuk Gong, maka mereka akan berhak memiliki kedua pulau tersebut. Setelah ditetapkan kesepakatan tersebut, ivent perebutan “Falipes” pun dilakukan.
Berlangsungnya ivent “Falipes”, untuk menentukan hak kepemilikan pulau, dalam perjalanan menuju pulau Sayafi dan Liwo, ternyatayang datang lebih awal di kedua pulau tersebut adalah masyarakat dari Desa Bicoli dan langsung menujuke dusun Botolo dan Biawsowo, menyusul masyarakat dari Desa Gemia,mereka langsung menuju ke dusun Nyinyen Wolot, sementara masyarakat dari Desa Tepeleo yang datang paling terakhir langsung menuju ke dusun Piyasili.
Masyarakat dari Desa Bicoli datang lebih awal, karena secara geografis Desa Bicoli memiliki jarak lebih dekat menuju ke pulau Sayafi dan Liwo. Sedangkan masyarakat dari Desa Gemia dan Desa Tepeleo memiliki jarak tempuh sama, namun yang datang kedua setelah Bicoli adalah masyarakat dari Desa Gemia. Setibanya mereka di pulau Sayafi dan Liwo, nampaknya potensi sumberdaya alam yang melimpah, membuat masyarakat dari Desa Bicoli dan Desa Gemia terjebak dengan potensi alam yang ada di kedua pulau tersebut, sehinnga mereka kemudian mengabaikan kesepakatan dalam ivent “Falipes” dan tetap berada di pesisir pantai pulau Sayafi dan Liwo. Sementara masyarakat dari Desa Tepeleo yang datang paling terakhir langsung menuju ke hutan pulau Sayafi dan langsung mengidentifikasi jenis-jenis pohon (SDA). Setelah sesudah mengidentifikasi nama-nama pohon di hutan, mereka langsung mengetuk Gong, sebagai tanda mereka telah berada di pulau Sayafi dan Liwo. Berdasarkan kesepakatan tersebut diatas, maka hak asal-usul kepemilikan secara sah menurut hukum adat, pulau Sayafi dan Liwo menjadi hak milik masyarakat Desa Tepeleo.
Penamaan. Secara etimologi kata Sayafi berasal dari dua suku kata yaitu “Sa” dan “Ip”. Kata “Sa” dalam bahasa lokal masyarakat Patani artinya karang dan “Ip” artinya tumpukan sampah yang berserakan dan terbawa oleh arus air laut. Jadi tumpukan-tumpukan sampah yang terbawa oleh arus air laut ke permukaan karang yang lama-kelamaan kemudian terbentuklah pulau-pulau kecil. Sedangkan kata Liwo ditinjau dari aspek penamaan, juga berasal dari bahasa lokal masyarakat Patani yang terdapat dalam dua suku kata yaitu “Li” artinya bunyi dan “Wo” artinya akar. (Bengen et al. 2012) mengatakan bahwa tipe pulau yang dimaksud seperti pada pengertian secara etimologi di atas adalah termasuk dalam tipe pulau karang timbul (Raised Coral Island)pulau yang terbentuk oleh terumbu karang yang terangkat ke atas permukaan laut, karena adanya gerakan ke atas (uplift) dan gerakan ke bawah (subsidence) dari dasar laut akibat proses geologi. Pada saatdasar laut berada dekat permukaan (kurang dari 40 m), terumbu karang mempunyai kesempatan untuk tumbuh dan berkembang di dasar laut yang naik tersebut. Setelah berada di atas permukaan air laut, karang akan mati dan menyisakanterumbu. Jika proses ini berlangsung terus, maka akanter bentuk pulau karang timbul. Pada umumnya karang yang timbul ke permukaan laut berbentuk teras-teras seperti sawah dipegunungan. Proses ini dapat terjadi pada pulau-pulau vulkanik maupun non-vulkanik.
Penggabungan dua suku kata “Sa” dan “Ip”, menjadi sebutan nama pulau dalam bahasa lokal masyarakat Patani yaitu “Sayif”. Nama “Sayif” bahkan lebih dikenal oleh masyarakat Bicoli dan Buli di Halmahera Timur dan di Papua khususnya suku Has dan Maga Kecamatan Penginabuan. Sedangkan nama Liwo “Li” dan “Wo” lebih ditinjau pada aspek penamaan yaitu “Li” artinya bunyi dan “Wo” artinya akar, sehingga sebutan nama pulau lebih dikenal dengan nama Liwo. Secara nasional nama kedua pulau tersebut adalah “Sayafi dan Liwo”.***

(Hasil wawancara; Bapak. Basir Hi.Salasa (Aparat Pemerintah Desa Tepeleo Batu Dua), dan Bapak. Julfian Hi.Usman (Toko Masyarakat Peduli Pulau Sayafi dan Liwo).

Tidak ada komentar:

SKPT Morotai dan Kebijakan Pengelolaan Perikanan

SKPT Morotai dan Kebijakan Pengelolaan Perikanan (Pernah terbit di REPUBLIKA, edisi 18 Januari 2018   08:10 WIB ) Oleh : Kismanto...