Rabu, 09 Januari 2013

Potensi Dan Tanggung Jawab Sektor Perikanan Dan Kelautan


Refleksi : Tanggung Jawab Utopis Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Halmahera Tengah



Oleh : Kismanto Koroy


Tak bisa ditolak, untung tak bisa diraih. Begitulah potret nasib kaum nelayan dari dulu hingga sekarang. Setiap hari mereka mencari dan menangkap ikan -terkadang mempertaruhkan nyawa- di tengah lautan ganas. Kendati begitu, justru kesengsaraan dan kemiskinanlah yang senantiasa menghampiri mereka. Penghasilan minim, ongkos operasional tinggi, harga ikan murah, dan sulitnya modal; itulah kondisi yang terus menghantui para nelayan.
Sebagai Archipelagic state Indonesia pun di tuntut untuk dapat mengakselarasi pembangunan secara sustanible, menilik kondisi geografis dan geostrategis sumberdaya alam yang dimiliki oleh perairan Indonesia ternyata memiliki daya dukung lingkungan (carryng capacity) serta jasa-jasa lingkungan yang belum di eksplorasi secara masiv.
Kebijakan pembangunan disektor kelautan dan perikanan belum berhasil menyelesaikan permasalahan kemiskinan nelayan secara mendasar. Bagi Pemerintah, ikan merupakan sumber daya potensial untuk pembiayaan pembangunan. Pemerintah lokal bisa memperolehnya melalui pungutan pajak/ retribusi atas transaksi perdagangan ikan di TPI ( Tempat Pelelangan Ikan ). Sebagai bangsa yang memiliki jiwa kebaharian, maka kita harus menamakan kecintaan akan laut dan harus dapat dimanfaatkan, melestarikan dan mengamankan kawasan laut bagi kelangsungan hidup bangsa Indonesia pada masa yang akan datang.
Halmahera Tengah memiliki luas laut ± 80 % yang lebih besar daripada luas daratan, dengan luas wilayah sebagian besar adalah perairan laut, maka potensi sumberdaya perikanan dan kelautan baik sumberdaya dapat diperbaharui (renewable reseurces) dan sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable resources) serta jasa-jasa lingkungan (environmental services) didalamnya merupakan aset yang sangat potensial untuk dikembangkan, namun sungguh disayangkan bila potensi yang sedemikian besar ini dibiarkan begitu saja bahkan Pemerintahnya pun turut mengamini potensi ini hilang entah kemana. Kondisi ini diperparah lagi dengan merajalelanya Ilegal Fishing yang dilakukan oleh nelayan asing (Philipine) di perairan Halmahera Tengah yang terus terjadi menyebabkan produktifitas nelayan lokal menurun karena kalah bersaing.
Wilayah perairan Halmahera Tengah dan Pulau Morotai dapat dijadikan nelayan asing sebagai pintu masuk keluar (Fishing Ground) untuk penangkapan/ mencuri ikan, tanpa bisa ditangkap oleh aparat keamanan. Pihak pengamanan dilaut harus berani mengambil tindakan tegas terhadap nelayan-nelayan asing yang menangkap ikan diwilayah NKRI. Jangan lagi ada yang membolehkan, tapi juga ada yang melarang sehingga masyarakat dibuat bingung mana yang bisa didengar pernyataanya. Inilah yang perlu dikikis oleh pemerintah Halmahera Tengah guna menyatukan pendapat dan persepsi demi membangun Negara ini kedepan. Ada pepatah mengatakan “ Guru kencing berdiri, maka murid kencing berlari”. Inilah yang harus dihindari, jangan sampai pemerintah dan aparat yang melarang dibelakang memberikan izin lagi. Beberapa kebijakan pemerintah Kabupaten, yang bagi penulis menjadi kurang produktif dalam upaya mendukung optimalisasi pemanfataan sumberdaya perikanan dan kelautan, dapat dilihat dari :
1.      Lemahnya penanganan dalam pengawalan kasus Illegal Fishing oleh nelayan-nelayan asing yang sudah ditangkap oleh pihak pengamanan, dikarenakan tidak ada komitmen penegak hukum dibidang perikanan ditingkat Provinsi maupun kabupaten dan kota. Kasus beberapa kapal asing pada beberapa tahun yang lalu yang sudah tertangkap diperairan Halmahera Tengah tepatnya di Kecamatan Patani, namun masih tetap beroperasi hingga beberapa tahun terakhir.
2.      Prioritas pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam, sektor pertambangan dan energi serta kehutanan masih menjadi prioritas dalam upaya mendapatkan sumber PAD bagi daerah. Padahal, dari kedua sumberdaya ini, disamping memang mendapat PAD yang signifikan bagi daerah, akan tetapi juga telah menyebabkan timbulnya kerusakan sumberdaya dan konflik sumberdaya. Beberapa kasus konflik sumberdaya antara perusahan pertambangan dengan masyarakat lokal (Kasus Pulau. Gebe dan WBN) serta kasus lain dapat diidentifikasi dengan jelas di daerah ini, kiranya sudah menjadi bahan evaluasi untuk kita.
3.      Pemberian bantuan kapal penangkapan dan alat penangkapan ikan untuk nelayan yang memiliki kapasitas dibawah standar, sehingga membuat nelayan dalam melakukan pelayaran pada daerah Fishing ground, tidak bisa ditempuh dengan menggunakan kapal yang berkapasitas dibawah standar, karena kondisi ini dapat mengancam keselamatan nelayan (Kasus salah satu nelayan Gebe yang hilang dan belum ditemukan sampai saat ini). Lebih parah lagi pemberian bantuan yang salah sasaran alias bukan pada nelayan akibatnya bantuan-bantuan yang diberikan dipergunakan untuk kepentingan lain bukan lagi untuk kegiatan menangkap ikan.
4.      Tidak adanya konsep yang sinergitas antara pemerintah Kabupaten, Provinsi dan Pusat yang mengarah pada pembangunan sektor Perikanan dan Kelautan yang jelas bagi daerah ini. Hal ini bisa dilihat dari dua hal : Pertama, bahwa pembangunan perikanan dan kelautan yang dilakukan selama ini, ternyata belum berhasil mengangkat taraf hidup masyarakat pesisir/ nelayan didaerah ini. Kedua, dampak pembangunan yang selama ini dilakukan ternyata telah menurunkan kualitas lingkungan laut dan pesisir beserta sumberdaya yang terkandung didalamnya.   
Dilain sisi kendala yang menghambat proses pembangunan sector perikanan saat ini adalah Ilegal fishing, mengapa tidak ketika kebijakan Pemerintah untuk menghadirkan suatu lembaga hukum yang menangani Ilegal fishing sebut saja PENGADILAN PERIKANAN masih belum terealisasikan, seakan menjadi suatu ketakutan, padahal kasus terbesar untuk Ilegal fishing terdapat diperairan Maluku Utara. Berbagai kajian lanjutan yang dilakukan oleh pihak akademisi mendeskripsikan dengan jelas potensi perikanan Maluku Utara adalah lumbung ikan tuna, hal ini jelas di jabarkan dalam kongres tuna Internasional di General Santos Philipina. Yang kedua pembentukan post-post pengawasan didaerah yang rawan pencurian Ikan belum maksimal, hal ini dikarenakan minimnya penyediaan sarana dan prasarana pengawasan pengamanan laut (kapal-kapal patroli AL-Angkatan Laut) masih berada dibawah standar dengan fasilitas yang sudah mengalami kerusakan.
Dari indikator kebijakan daerah diatas, dapat dikatakan bahwa komitmen dan kemauan pemerintah daerah untuk menjadikan potensi besar daerah ini menjadi energi untuk menjalankan mesin pembangunan daerah ini sangatlah kurang. Harus kita akui bahwa perikanan sebagai pemain kecil, dalam sebuah dinamika orkestra pembangunan ini, bukan karena perikanan tidak berpotensi, tetapi potensi perikanan Halmahera Tengah belum ditunjukkan secara nyata sehingga banyak orang beranggapan bahwa dunia perikanan itu merupakan dunia hayalan. Peluang untuk meningkatkan pengembangan perikanan di masa datang, cukup besar antara lain karena sumberdaya perikanan yang tersedia cukup besar potensinya, memiliki keunggulan komparatif, peluang pemasaran cukup baik dan belum dimanfaatkan. Untuk meningkatkan produksi ikan sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir/ nelayan, maka diperlukan suatu sistem pengolahan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan, melalui usaha intensifikasi, ekstensifikasi dan rehabilitasi. Usaha ini harus didukung oleh berbagai jenis usaha lainya, misalnya melalui upaya restorasi ekosistem hutan bakau, konservasi ekosistem terumbu karang dan pencegahan pencemaran laut.
Untuk mengelola potensi kawasan laut Halmahera Tengah, dituntut adanya keterpaduan dalam kebijaksanaan dan penanganan melalui koordinasi yang kontinu dengan melibatkan stack holder yang berkompeten pada sektor kelautan dan perikanan, baik dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaan kegiatan oleh masing-masing yang berwenang. Kita tahu bahwa konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) pada tahun 1982 sebagaimana telah diberlakukan sebagai Hukum Internasional. Dengan demikian masalah-masalah kelautan memerlukan penanganan yang menyeluruh dan lebih terintegrasi, baik dalam kebijaksanaan nasional maupun yang bersifat operasional dilapangan.
Strategi pengembangan kawasan Perikanan 2010-2014 sebagai komoditas unggulan oleh Pemerintah Propinsi Maluku Utara, menempatkan Kab. Halmahera Tengah pada prioritas  ke-III untuk perikanan tangkap (Tuna), sedangkan perikanan budidaya untuk ( Budidaya Rumput Laut Dan Kerapu ) menempatkan Halmahera Tengah pada prioritas ke-II. (Baca: Kebijakan dan Startegi  Pembangunan Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku Utara. Seminar Kepulauan Dan Kemah Riset Himpunan Mahasiswa Perikanan Indonesia Wilayah VII). Hal terpenting yang patut diperhatikan demi terciptanya keterpaduan dalam memanfaatkan laut bukan dilaksanakan hanya berdasar pada resep ekonomi, akan tetapi keseimbangan ekologi mutlak diperlukan. Oleh karena itu diperlukan ketersedian teknologi yang lebih baik, tumbuhnya budaya bahari, berkembangnya penataan pola migrasi biota laut, dan meluasnya teknik budidaya perikanan laut yang ramah lingkungan.
Akhir dari tulisan ini marilah meretas asa diatas samudera dari laut kita membangun, laut masa depan kita. “Bila Hatimu Bergetar Marah Melihat Ketidak Adilan Maka Kita Adalah Kawan”.



Tidak ada komentar:

SKPT Morotai dan Kebijakan Pengelolaan Perikanan

SKPT Morotai dan Kebijakan Pengelolaan Perikanan (Pernah terbit di REPUBLIKA, edisi 18 Januari 2018   08:10 WIB ) Oleh : Kismanto...